Matahari
Akan Terbit Lagi
Di bawah langit gelap tanpa cahaya bulan dan bintang,
Dania duduk di atas tangga di belakang rumahnya. Tak ada cahaya menyinari
kecuali sinar ponsel yang tak seberapa. Hujan pun membelai rambut keringnya
menjadi basah, namun dia tak beranjak sedikitpun dari sana. Ia malah senang
karena hujan telah menyamarkan mata sembabnya setelah lama menangis. Ia menatap
foto gadis yang memeluknya di wallpaper ponselnya. Terlihat sebuah kehangatan
dari pelukan itu.
Gaby, sahabat terbaik yang pernah dimilikinya. Suka duka
telah dijalin sejak SMP. Gaby selalu ada untuk Dania walaupun ketika berderai
airmata dan mendengarkan segala curahan di hatinya. Gaby adalah sinar dalam
hidup Dania.
“Hey, kenapa? Cerita dong! Jangan nangis mulu, nanti
cantiknya hilang loh.” terdengar suara menembus sepi. Dania menggeleng sembari
memeluk Gaby.
“Rey, Rey nggak pernah ada waktu buatku. Ayahku sibuk
kerja. Nggak enak banget nggak punya saudara Gab.” curahnya. Gaby mengelus
punggung Dania. Dania adalah anak semata wayang yang selalu kesepian karena
ayahnya selalu sibuk di perusahaan. Tak jarang ia ditinggal ke luar kota untuk urusan
kerjaan. Ibunya telah meninggal 3 tahun yang lalu karena kecelakaan. Gabylah yang
membuatnya selalu ceria. Walaupun sekarang Dania telah mempunyai kekasih yaitu
Rey mewarnai harinya, tetapi warna itu tak lengkap tanpa Gaby.
“Tenang. Rey kan OSIS. Dia mempunyai tugas lebih dari
siswa-siswi biasa seperti kita. Ayah kamu kerja juga untuk kamu. Dan ada aku
kok disini. Jangan nangis lagi dong.” hibur Gaby seraya memberikan ice cream
cokelat kepada sahabatnya. Dania menerima dengan senang hati. Ice cream itupun
dibukanya. Ice cream kesukaannya. Gaby membuka ice cream strawberry favoritnya.
Mereka berdua asyik menikmati ice cream. Asyik bukan hanya karena rasanya yang
nikmat tetapi kejailan satu sama lain yang menorehkan ice cream di pipi
sahabat. Kesedihan Dania berubah menjadi derai tawa. Setelah kedua ice cream
itu habis yang menimbulkan 2 wajah yang penuh ice cream, mereka berbalik
melangkah menuju rumah Dania yang masih sepi.
“Thanks ya.” ujar Dania ketika mereka berdua berada di
kamar Dania. Malam ini Gaby menginap di rumahnya menemani sepinya Dania. Terkadang
memang mereka menghabiskan malam bersama baik di rumah Dania maupun rumah Gaby.
Itulah yang membuat mereka tak terpisahkan. Tiba-tiba sebuah ponsel berdering
singkat, tanda sms masuk. Gaby segera mengambilnya. Dia nampak fokus sejenak
pada ponselnya.
“Siapa?” tanya Dania.
“Bukan siapa-siapa. Penipuan.” ujar Gaby sembari
menggaruk kepala yang tidak gatal.
“Oh. Kirain kamu SMSan ama cowok gitu.” goda sahabatnya.
“Ih, enggaklah.” jawab Gaby seraya menghentikan aktivitas
ponselnya.
“Yah. Pengen deh kita double date. Cuman kamu terlalu
betah sendiri. Aku jodohin sama temenku ya.” tawar Dania. Gaby hanya menggeleng
sambil menarik selimut.
‘Tin. Tin’ klakson mobil di depan rumah membuat Dania dan
Gaby berlari menghampiri. Dania duduk disamping pacarnya yang mengemudi sementara
Gaby di belakang. Mobil pun melaju. Mobil yang ditumpanginya berhenti di depan
sekolah. Sekolah nampak sepi. Seorang satpam terlihat berjaga-jaga disana.
Ketiga siswa itu masuk tetapi langkah kaki mereka dihentikan oleh satpam
penjaga sekolah.
“Eit, jangan masuk dulu. Kalian terlambat 5 menit.
Silahkan temui Pak Dino.” cegat pak satpam.
“Tapi Pak, kami harus masuk.” pinta Dania. Pak satpam
tetap pada pendiriannya. Mau tak mau mereka harus menemui guru BK mereka yaitu
Pak Dino. Pak Dino, sosok guru yang tegas dan disiplin. Jadi apabila siswanya
melakukan kesalahan walaupun kecil, siswanya pasti mendapat hukuman. Tak lama
menghadap Pak Dino, mereka lari, tetapi bukanlah ke kelas. Mereka lari
mengelilingi sekolah sebanyak 5 kali. Rey berlari paling kencang karena selain
OSIS, dia juga seorang atlet lari. Sebaliknya untuk Dania dan Gaby, satu
putaran saja kaki mereka terasa lemas. Mereka berdua berusaha bertahan lari
untuk ke 4 kali. Di tengah perjalanan hukuman terakhir, Gaby berhenti. Nafasnya
terdengar ngos-ngosan. Ia terlihat lelah dan haus. Dania pun berhenti.
Diam-diam dia mengambil sesuatu dari tasnya. Sebotol air mineral dibukanya dan
diberikan kepada sahabatnya. Setelah itu cepat-cepat botol itu ditaruh kembali.
Mereka berlari lagi di depan gurunya sembari menyimpan senyum.
Ketika teriknya matahari pukul 12.30. Dania dan Gaby
keluar dari kelas dengan tas dan setumpuk buku yang dibawanya. Guru mereka
telah mengakhiri pelajaran. Di depan gerbang Rey telah menunggu di mobilnya. Namun,
sebelum sampai gerbang, Dania berhenti. Dia terlihat kebingungan.
“Ada apa Nia? Panik gitu.” tanya Gaby menatap wajah Dania
yang terlihat cemas.
“Kamu ke mobil duluan ya. Ada buku yang ketinggalan di
kelas.” jawab Dania.
“Ya udah. Jangan lama-lama ya.” pinta Gaby.
“Sip.” ujar Dania. Kakinya melangkah berbalik ke kelas
mencari buku yang tertinggal. Tak lama setelah sampai di kelas, buku itu
ditemukan dan masuk ke dalam tas. Ia berjalan kembali menuju gerbang. Tiba-tiba
gadis itu mendengar sesuatu yang jatuh di dekatnya. Ia menoleh ke belakang.
Dilihatnya sebuah ponsel tergeletak begitu saja. Tipe dan modelnya sangat
dikenal. Ponselnya sendiri. Segera si ponsel diambil. Baterai dan penutup
belakang yang terpisah dari badan ponsel dipasang lagi. Ponsel itu dihidupkan.
Ketika dalam keadaan aktif, sesuatu yang aneh terlihat. Wallpaper fotonya dan
Gaby tak tampil, yang ada hanya wallpaper standart merek ponsel itu.
Perasaannya mulai tak enak. Pertanda apa ini? Sambil jalan setengah berlari,
Dania memasukkan ponsel ke saku bajunya. Ia berharap tak akan terjadi sesuatu
yang menakutkan pada sahabatnya.
Di depan gerbang, ia tak melihat sahabatnya di kursi
belakang mobil Rey. Ia mulai panik. Ingin semua itu ditanyakan pada pacarnya.
Tetapi nampaknya ada orang lain yang duduk disamping Rey. Ia semakin mendekat.
Sebuah ciuman dari sang kekasih mendarat ke bibir si tamu dimobil. Tamu itu…
“Gaby, Rey apa-apaan ini?” tanya Dania. Jantungnya hampir
tak berdetak seketika.
“Eh kamu Dania. Sorry aku.. aku sayang sama pacar kamu.
Jangan tegang gitulah.” ucapnya santai seakan tak tahu bagaimana perasaan Dania
saat itu. Air matanya meluncur disebabkan oleh 2 orang yang membuat hatinya
begitu remuk dan hancur.
“Kamu tega ya Gab. Aku ini sahabatmu. Selama 5 tahun kita
bersahabat, ini balasanmu padaku. Kamu juga Rey, aku selalu setia untukmu. Tapi
kamu.. Jangan-jangan kamu nggak ada waktu untukku karena Gaby. Dan kamu Gab,
SMS yang kemarin-kemarin itu dari Rey kan?” tebak Dania dengan mencoba menepis air
yang jatuh ke pipi.
“Yah benar. Sorry Nia aku benar-benar cinta Rey. Rey juga
begitu padaku. Aku tak peduli sainganku sahabatku sendiri. Ini pilihanku Nia.”
kata-kata yang berurai dari bibir Gaby serasa menusuk ulu hati. Kakinya lemas.
Tanpa sadar ia berlutut sementara mobil itu pergi begitu saja dengan
meninggalkan luka yang serius di hati Dania.
Dania mematikan ponselnya setelah mengingat momen kelam
siang tadi. Tak bisa terbersit di pikiran sebelumnya seseorang yang selalu
menghibur sedihnya, kini dialah yang menabur duka di hatinya. Ia menatap langit
gelap lagi. Ia tak peduli badannya yang telah basah kuyup bermandikan hujan. Kepercayaannya
telah dihancurkan. Bahkan dia tak sanggup melangkah lagi.
“Dania, ternyata kamu disitu. Turun dong.” ujar Oscar,
sepupunya, dengan sebuah senter kecil dan payung ditangannya. Dania mematung
tak menjawab.
“Aku tahu kamu patah hati. Aku melihat Gaby dan Rey
bergandengan mesra di taman sebelum aku menuju kesini.”
“Cukup Os. Kalau kamu datang hanya untuk manas-manasin
aku. Lebih baik kamu pergi. Pergi Oscar!” teriak Dania dengan emosi yang tak
bisa ditutupi lagi. Oscar menaruh payung di tanah, kemudian Oscar menaiki
tangga, menggendong Dania sekaligus membawanya turun dari tangga walaupun gadis
itu berteriak minta dilepaskan.
“Oscar tinggalin aku sendiri.” pinta Dania lagi.
“Untuk apa Nia? Sampai kapan kamu bergelap-gelapan dan
hujan-hujanan disini? Ayahmu, orangtuaku, adikku, dan aku khawatir padamu yang
menghilang dari siang. Ayo temui ayahmu.” ajak Oscar seraya memayungi
sepupunya.
“Nggak. Hidupku sudah hancur Oscar. Perih banget, bahkan
bulan dan bintang tak bersinar. Matahari sudah terbenam. Tak ada cahaya di
hariku lagi.”
“Kamu salah Nia. Hidupmu tak hancur. Tidak berakhir
gara-gara mereka berdua. Kau masih bisa bernafas. Banyak yang masih
menyayangimu.” ujar Oscar seraya mengambil nafas.
“Malam ini memang telah gelap. Bukan
berarti akhir dari segalanya. Esok matahari akan terbit lagi. Harimu jauh lebih
indah dari ini. Ayo.” lanjut Oscar sambil meraih tangan Dania dan menuntunnya
ke dalam rumah.