Minggu, 10 Mei 2015

Cerpen cinta segitiga



Matahari Akan Terbit Lagi
 
            Di bawah langit gelap tanpa cahaya bulan dan bintang, Dania duduk di atas tangga di belakang rumahnya. Tak ada cahaya menyinari kecuali sinar ponsel yang tak seberapa. Hujan pun membelai rambut keringnya menjadi basah, namun dia tak beranjak sedikitpun dari sana. Ia malah senang karena hujan telah menyamarkan mata sembabnya setelah lama menangis. Ia menatap foto gadis yang memeluknya di wallpaper ponselnya. Terlihat sebuah kehangatan dari pelukan itu.
            Gaby, sahabat terbaik yang pernah dimilikinya. Suka duka telah dijalin sejak SMP. Gaby selalu ada untuk Dania walaupun ketika berderai airmata dan mendengarkan segala curahan di hatinya. Gaby adalah sinar dalam hidup Dania.
            “Hey, kenapa? Cerita dong! Jangan nangis mulu, nanti cantiknya hilang loh.” terdengar suara menembus sepi. Dania menggeleng sembari memeluk Gaby.
            “Rey, Rey nggak pernah ada waktu buatku. Ayahku sibuk kerja. Nggak enak banget nggak punya saudara Gab.” curahnya. Gaby mengelus punggung Dania. Dania adalah anak semata wayang yang selalu kesepian karena ayahnya selalu sibuk di perusahaan. Tak jarang ia ditinggal ke luar kota untuk urusan kerjaan. Ibunya telah meninggal 3 tahun yang lalu karena kecelakaan. Gabylah yang membuatnya selalu ceria. Walaupun sekarang Dania telah mempunyai kekasih yaitu Rey mewarnai harinya, tetapi warna itu tak lengkap tanpa Gaby.
            “Tenang. Rey kan OSIS. Dia mempunyai tugas lebih dari siswa-siswi biasa seperti kita. Ayah kamu kerja juga untuk kamu. Dan ada aku kok disini. Jangan nangis lagi dong.” hibur Gaby seraya memberikan ice cream cokelat kepada sahabatnya. Dania menerima dengan senang hati. Ice cream itupun dibukanya. Ice cream kesukaannya. Gaby membuka ice cream strawberry favoritnya. Mereka berdua asyik menikmati ice cream. Asyik bukan hanya karena rasanya yang nikmat tetapi kejailan satu sama lain yang menorehkan ice cream di pipi sahabat. Kesedihan Dania berubah menjadi derai tawa. Setelah kedua ice cream itu habis yang menimbulkan 2 wajah yang penuh ice cream, mereka berbalik melangkah menuju rumah Dania yang masih sepi.
            “Thanks ya.” ujar Dania ketika mereka berdua berada di kamar Dania. Malam ini Gaby menginap di rumahnya menemani sepinya Dania. Terkadang memang mereka menghabiskan malam bersama baik di rumah Dania maupun rumah Gaby. Itulah yang membuat mereka tak terpisahkan. Tiba-tiba sebuah ponsel berdering singkat, tanda sms masuk. Gaby segera mengambilnya. Dia nampak fokus sejenak pada ponselnya.
            “Siapa?” tanya Dania.
            “Bukan siapa-siapa. Penipuan.” ujar Gaby sembari menggaruk kepala yang tidak gatal.
            “Oh. Kirain kamu SMSan ama cowok gitu.” goda sahabatnya.
            “Ih, enggaklah.” jawab Gaby seraya menghentikan aktivitas ponselnya.
            “Yah. Pengen deh kita double date. Cuman kamu terlalu betah sendiri. Aku jodohin sama temenku ya.” tawar Dania. Gaby hanya menggeleng sambil menarik selimut.
            ‘Tin. Tin’ klakson mobil di depan rumah membuat Dania dan Gaby berlari menghampiri. Dania duduk disamping pacarnya yang mengemudi sementara Gaby di belakang. Mobil pun melaju. Mobil yang ditumpanginya berhenti di depan sekolah. Sekolah nampak sepi. Seorang satpam terlihat berjaga-jaga disana. Ketiga siswa itu masuk tetapi langkah kaki mereka dihentikan oleh satpam penjaga sekolah.
            “Eit, jangan masuk dulu. Kalian terlambat 5 menit. Silahkan temui Pak Dino.” cegat pak satpam.
            “Tapi Pak, kami harus masuk.” pinta Dania. Pak satpam tetap pada pendiriannya. Mau tak mau mereka harus menemui guru BK mereka yaitu Pak Dino. Pak Dino, sosok guru yang tegas dan disiplin. Jadi apabila siswanya melakukan kesalahan walaupun kecil, siswanya pasti mendapat hukuman. Tak lama menghadap Pak Dino, mereka lari, tetapi bukanlah ke kelas. Mereka lari mengelilingi sekolah sebanyak 5 kali. Rey berlari paling kencang karena selain OSIS, dia juga seorang atlet lari. Sebaliknya untuk Dania dan Gaby, satu putaran saja kaki mereka terasa lemas. Mereka berdua berusaha bertahan lari untuk ke 4 kali. Di tengah perjalanan hukuman terakhir, Gaby berhenti. Nafasnya terdengar ngos-ngosan. Ia terlihat lelah dan haus. Dania pun berhenti. Diam-diam dia mengambil sesuatu dari tasnya. Sebotol air mineral dibukanya dan diberikan kepada sahabatnya. Setelah itu cepat-cepat botol itu ditaruh kembali. Mereka berlari lagi di depan gurunya sembari menyimpan senyum.
            Ketika teriknya matahari pukul 12.30. Dania dan Gaby keluar dari kelas dengan tas dan setumpuk buku yang dibawanya. Guru mereka telah mengakhiri pelajaran. Di depan gerbang Rey telah menunggu di mobilnya. Namun, sebelum sampai gerbang, Dania berhenti. Dia terlihat kebingungan.
            “Ada apa Nia? Panik gitu.” tanya Gaby menatap wajah Dania yang terlihat cemas.
            “Kamu ke mobil duluan ya. Ada buku yang ketinggalan di kelas.” jawab Dania.
            “Ya udah. Jangan lama-lama ya.” pinta Gaby.
            “Sip.” ujar Dania. Kakinya melangkah berbalik ke kelas mencari buku yang tertinggal. Tak lama setelah sampai di kelas, buku itu ditemukan dan masuk ke dalam tas. Ia berjalan kembali menuju gerbang. Tiba-tiba gadis itu mendengar sesuatu yang jatuh di dekatnya. Ia menoleh ke belakang. Dilihatnya sebuah ponsel tergeletak begitu saja. Tipe dan modelnya sangat dikenal. Ponselnya sendiri. Segera si ponsel diambil. Baterai dan penutup belakang yang terpisah dari badan ponsel dipasang lagi. Ponsel itu dihidupkan. Ketika dalam keadaan aktif, sesuatu yang aneh terlihat. Wallpaper fotonya dan Gaby tak tampil, yang ada hanya wallpaper standart merek ponsel itu. Perasaannya mulai tak enak. Pertanda apa ini? Sambil jalan setengah berlari, Dania memasukkan ponsel ke saku bajunya. Ia berharap tak akan terjadi sesuatu yang menakutkan pada sahabatnya.
            Di depan gerbang, ia tak melihat sahabatnya di kursi belakang mobil Rey. Ia mulai panik. Ingin semua itu ditanyakan pada pacarnya. Tetapi nampaknya ada orang lain yang duduk disamping Rey. Ia semakin mendekat. Sebuah ciuman dari sang kekasih mendarat ke bibir si tamu dimobil. Tamu itu…
            “Gaby, Rey apa-apaan ini?” tanya Dania. Jantungnya hampir tak berdetak seketika.
            “Eh kamu Dania. Sorry aku.. aku sayang sama pacar kamu. Jangan tegang gitulah.” ucapnya santai seakan tak tahu bagaimana perasaan Dania saat itu. Air matanya meluncur disebabkan oleh 2 orang yang membuat hatinya begitu remuk dan hancur.
            “Kamu tega ya Gab. Aku ini sahabatmu. Selama 5 tahun kita bersahabat, ini balasanmu padaku. Kamu juga Rey, aku selalu setia untukmu. Tapi kamu.. Jangan-jangan kamu nggak ada waktu untukku karena Gaby. Dan kamu Gab, SMS yang kemarin-kemarin itu dari Rey kan?” tebak Dania dengan mencoba menepis air yang jatuh ke pipi.
            “Yah benar. Sorry Nia aku benar-benar cinta Rey. Rey juga begitu padaku. Aku tak peduli sainganku sahabatku sendiri. Ini pilihanku Nia.” kata-kata yang berurai dari bibir Gaby serasa menusuk ulu hati. Kakinya lemas. Tanpa sadar ia berlutut sementara mobil itu pergi begitu saja dengan meninggalkan luka yang serius di hati Dania.
            Dania mematikan ponselnya setelah mengingat momen kelam siang tadi. Tak bisa terbersit di pikiran sebelumnya seseorang yang selalu menghibur sedihnya, kini dialah yang menabur duka di hatinya. Ia menatap langit gelap lagi. Ia tak peduli badannya yang telah basah kuyup bermandikan hujan. Kepercayaannya telah dihancurkan. Bahkan dia tak sanggup melangkah lagi.
            “Dania, ternyata kamu disitu. Turun dong.” ujar Oscar, sepupunya, dengan sebuah senter kecil dan payung ditangannya. Dania mematung tak menjawab.
            “Aku tahu kamu patah hati. Aku melihat Gaby dan Rey bergandengan mesra di taman sebelum aku menuju kesini.”
            “Cukup Os. Kalau kamu datang hanya untuk manas-manasin aku. Lebih baik kamu pergi. Pergi Oscar!” teriak Dania dengan emosi yang tak bisa ditutupi lagi. Oscar menaruh payung di tanah, kemudian Oscar menaiki tangga, menggendong Dania sekaligus membawanya turun dari tangga walaupun gadis itu berteriak minta dilepaskan.
            “Oscar tinggalin aku sendiri.” pinta Dania lagi.
            “Untuk apa Nia? Sampai kapan kamu bergelap-gelapan dan hujan-hujanan disini? Ayahmu, orangtuaku, adikku, dan aku khawatir padamu yang menghilang dari siang. Ayo temui ayahmu.” ajak Oscar seraya memayungi sepupunya.
            “Nggak. Hidupku sudah hancur Oscar. Perih banget, bahkan bulan dan bintang tak bersinar. Matahari sudah terbenam. Tak ada cahaya di hariku lagi.”
            “Kamu salah Nia. Hidupmu tak hancur. Tidak berakhir gara-gara mereka berdua. Kau masih bisa bernafas. Banyak yang masih menyayangimu.” ujar Oscar seraya mengambil nafas.
            “Malam ini memang telah gelap. Bukan berarti akhir dari segalanya. Esok matahari akan terbit lagi. Harimu jauh lebih indah dari ini. Ayo.” lanjut Oscar sambil meraih tangan Dania dan menuntunnya ke dalam rumah.

Jumat, 28 Maret 2014

Puisi

Seperti Burung
2 ekor burung manis terbang dari sebuah pohon
Menukik di atas genting
Dan menyanyi dengan merdu
Dan mempesona
Penuh canda tawa
                Perlahan kepakkan sayap
                Terbang penuh sukacita
                Sebebas-bebasnya
                Membubung tinggi
                Menembus angin dingin
                Menembus segala penjuru mata angin
                Dan menembus langit yang tinggi
Tak terkekang oleh sangkar besi
Tak terhalang pagar kawat
Tajam berjeruji
                Oh…..
                Burung
                Andaikanku sepertimu
                Bebas dari pagar disekelilingku
                Kan kuhirup udara segar

                Kan kusapa mentari pagi dengan senyuman

LITTO (Litle story)

Forbidden Love

       Kata orang di musim semi bunga bermekaran, tetapi meskipun musim gugur bagiku bunga tetap bermekaran. Mengapa? karena kau telah menyuburkan bunga cinta dihatiku. Mendengar suaramu, melihat senyumanmu, tawamu membuat hidupku penuh warna.
           Entah, aku tak tau apa yang membuat aku merasakan apa itu cinta. Aku selalu berharap kau dan aku terus bersama untuk selamanya.
           Tapi...............
           BLARR
           Bagaikan suara petir dasyat menghancurkan bunga dihatiku, setelah aku tahu bahwa kau adalah adik bungsu ayahku. Haruskah aku mempertahankan rasa ini??
           
           

Rabu, 26 Februari 2014

cerpen galau

Menghapus Jejakmu
           Kutatap langit yang sendu tertutup kabut, mendung yang bimbang. Entah akan turun hujan deras atau sang mentari akan menghapus kabut. Sama denganku yang entah akan menangis atau tertawa. Hm, dilema tepatnya. Dilema karena dia yang masih terukir dihati. Padahal aku tahu dihatinya tidak ada namaku lagi. ‘please', ajari aku menghapus jejakmu dihatiku.’
           “Kak Anis, Kak Anis ga apa-apa kan?” tanya adikku, Nana mengagetkanku.   
            “Eh, Enggak apa-apa kali, cari angin aja. Gerah didalam.”kilahku, meski keadaannya dingin yang sangat menusuk. Aku masih menatap langit yang masih mendung. Kuharap tak ada kilat uang mengusik.
           “Sayang, kita masuk yuk! Cuacanya dingin. BTW, aku punya surprise buat kamu.” Dituntunnya aku oleh kekasih hatiku. Aku mengikuti kata-katanya. Di ruang itu. ruang keluarga, dia memberiku sebuah cokelat dengan inisial AN, inisial nama kita berdua, Anis dan Nathan. Aku memeluknya. Aku sangat terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku tak bisa melukiskan apa yang aku rasakan kini. Nathan yang dulu cuek, tiba-tiba berubah romantis. 
           “Selamat hari jadian kakakku.” Teriak Nana sembari mencium pipiku.
            “Happy anniversary kak Nathan, semoga langgeng.” Anis menyalami tangan Nathan.
           “Thanks ya cubby.” Nathan mencubit kedua pipi adikku. Hm, senangnya melihat dua orang yang aku sayang akrab seperti ini. Padahal dulu, Nana tidak pernah akrab dengan pacarku sebelumnya, Rio. Dia hanya cuek saja ketika melihat Rio, bahkan menyapa sekedar ‘hai’ tidak pernah terucap dibibirnya. Meski terkadang perhatian Nathan tersita olehnya karena mereka memiliki banyak persamaan. Mereka sama-sama suka nasi goring. Baju yang dominan digunakan Nana adalah biru, warna kesukaan Nathan. Tetapi aku lebih suka warna merah. Dan dirumah mereka selalu heboh menonton Tom & Jerry, sementara aku lebih memilih nonton acara music daripada kartun itu. ‘Apa aku cemburu?’ Entah, aku tak tahu. Seharusnya aku membuang rasa itu baik-baik. Kedekatan merka bukan hal yang buruk. Keakraban mereka menyiratkan tanda setuju dari Nana atas hubungan kami.
          Semakin hari sikap Nathan semakin manis padaku. Coklat, bunga, dan boneka selalu menjadi surprise kecil belakangan ini. Apalagi di malam valentine ini. Meski mala mini sedikit mendung. Nathan memberiku sebuket bunga mawar merah kesukaanku.
         Dia duduk di sofa ruang keluarga, didampingi teh manis buatan adikku, kutonton acara music kesukaanku. Nathan tak pernah mengelak, dia selsalu mengalah kepadaku meski dia lebih suka kartun daripada ini. Sama seperti adikku yang selalu mengalah dalam segala hal. Acara TV, makanan atau hadiah dari orang tua kami selalu ia tawari dahulu kepadaku. Aku sangat bahagia memiliki dua orang terindah seperti mereka. Aku menyenderkan kepalaku dibahunya. Tangannya melingkari pinggangku. So sweet, rasanya aku tak ingin hari ini berakhir.
         “Sayang, makasih ya, kamu selalu ada untukku. Aku sayang banget sama kamu.” Ujar kekasihku sembari mencium keningku. Tahukah kau, aku juga merasakan hal yang sama. Aku tak mau kelihanganmu Nath.
        Pagi itu terdengar untaian lagu dengan petikan gitar dari seseorang diluar.
              Jika memang dirimulah tulang rusukku
              Kau akan kembali pada tubuh ini
              Ku akan tua dan mati dalam pelukmu
              Untukmu seluruh nafas ini
         Untaian itu sangat merdu. Lagu yang dinyanyikan Giselle feat last child, ‘seluruh nafas ini’ mengalun sangat indah dari paduan gitar dan suara Nathan di hari valentine ini. Sebuket mawar merah diberikan kepadaku. Entah sebahagia apa rasanya ini.
        “Thanks sayang.” Ujarku. 
         “Biasa aja sayang, I Love You. Nana mana?” ajaib, kok bisa nama Nana yang dia sebut.
        “Nana udah sekolah, kenapa emang?” tanyaku penasaran.
“Gak apa-apa sih, Cuma pengen ngucapin makasih aja. Dia loh yang punya ide ini.” Jelas Nathan yang membuat aku terharu, hampir saja air mataku jatuh. Oh My God, Nana, Nana betapa beruntungnya aku memiliki adik yang perhatian seperti kamu.
        Pukul 14.00, dia pulang sembari tersenyum-senyum sendiri.
        “Na, thanks ya udah ngasih surprise tadi pagi. Nathan bilang semuanya ide kamu.” Ucapku seraya memeluknya.
        “Ok kak, gak masalah. Kalau kak Anis bahagia, aku juga bahagia kok. O ya kak, aku ingin nanya sesuatu.” Jawabnya sekaligus bertanya kepadaku.
       “Oh, apa? Ngomong aja kali, ngapain sungkan.” Ujarku santai.
       “Boleh gak aku jatuh cinta? Boleh ga aku ngerasain diperhatiin seperti Kak Nathan perhatiin kakak? Boleh ga aku ngerasa disayang seperti Kak Nathan sayang sama kakak.” Curhatnya.
       “Boleh dong sayang. Siapa cowok yang beruntung itu?” tanyaku. Tetapi dia hanya senyum-senyum sendiri. Ah.. Jatuh cinta. Dia berjalan menuju kamarnya. Iseng, aku mengikutinya. ‘siapa yanyang membuat Nana jatuh cinta?’ batinku penasaran. Dia menutup pintunya. Tetapi aku sengaja mengintip melalui celah pintu. Dan terdengarlah alunan lagu dari mulut mungilnya.
Tuhan tolong aku
Kutak bisa menahan rasa didadaku
Ingin aku memiliki 
Namun dia ada yang punya
Tuhan bantu aku
Ternyata dia kekasih kakakku
Entah apa yang harus kukatakan
Hatiku bimbang 
Jadi tak menentu
Aku terkejut mendengar lagu itu. Apa benar cowok itu adalah…
“Kenapa harus kamu Kak Nathan? Kenapa kamu selalu ngasi harapan lebih buat aku.” Ucapnya sembari memandang gelang berwarna biru. Gelang yang sama dengan gelang Nathan. ‘prang’, sebuah guci didepan kamar Nana tak sengaja kusenggol. Namun aku tak peduli. Aku tetap melangkah pergi dari situ. Seteteh demi tetes air mataku mulai meluncur ke pipiku.
“Nis, kamu kenapa?” tanya Nathan didepanku yang membuat aku semakin kesal.
“ Sekarang kamu jelasin Nath. Kamu diam-diam cinta kan sama Nana?” Tanyaku geram.
  “Maksud kamu apa sih?”
“Gelang kamu sama seperti punya Nana. Aku ingin kamu jujur Nath, jujur. Aku gak butuh cinta atau sikap romantis kamu kalau itu semua palsu.” Mohonku.
“Aku… Aku sebenarnya ada rasa sama Nana bahkan ketika kita masih sahabatan. Tapi… Nana pernah bilang kalau kamu sayang sama aku melebihi sahabat. Aku gak mau nyakitin kamu Nis. Maafin aku Nis…” Jelas lelaki itu yang membuat hatiku semakin hancur. Air mataku semakin banyak berjatuhan.
“Bodoh! Kalau kau cinta dia, nyatakan perasaanmu padanya. Kamu tahu gak sih, ini semua perih banget buat aku Nath. Hatiku hancur banget karena sandiwaramu. Bukan aku saja yang sakit Nath, tapi juga Nana dan kamu. Kalau kalian cinta lanjutkanlah. Cerita kita sudah selesai Nath.” Ujarku semari pergi dengan derasnya air mata meski dia dan adikku berteriak meminta maaf dan memanggilku.
“Kak, hujannya deres banget. Masuk yuk.” Ujar adikku yang membuyarkan ingatanku seketika. Hm, ternyata sore itu sudah berlalu tepat satu tahun yang lalu. Tetapi mengapa luka itu masih membekas. Bahkan hujanpun tak mampu menghapus jejak cinta Nathan dihatiku.
“Hangatin badan kamu dulu Nis. Nanti kalau kamu sakit, gimana?” ujar Nathan  sembari menyodorkanku handuk. “Aku tak menyangka kau masih saja perhatian padaku Nath.” Batinku. Aku sengaja menatap matamu, tetapi aku tak menemukan binar cinta disana.
“Thanks Nath, Thanks cubby.” Ujarku sembari menerima handuk dari tangan Nathan dan mencubit pipi Nana. Aku mulai beranjak menuju kamar mandi di kamarku. Kuguyur tubuhku dengan air. Kuharap jejak-jejak cinta Nathan di hatiku berkurang. 
“Aku harus tetap semangat menjalani hidup, meski tanpa cinta Nathan.” Tekadku. Aku mencoba berdandan rapi, dan aku merasa lebih fresh hari ini dari hari biasanya. Kuambil cokelat ditasku yang hendak kuberikan kepada saudaraku dan kekasihnya.
“Nana, aku punya sesuatu buat kamu, buat Nathan juga. Ini jauh lebih ok dari cokelat kamu yang setahun lalu Nath.” Ujarku sembari mencibir Nathan. 
“Thanks ya Nis. Aku minta maaf soal setahun lalu.” Ujar Nathan sendu yang membuatku berharap. Meskipun harapan itu akan pupus.
“Lupain Nath. Kita itu lebih cocok sahabatan kali. Ok nikmatin cokelatnya.” Ujarku seolah aku sudah melupakan itu, tapi.. lupakanlah. Cokelat itu mulai dibuka, cokelat yang bertuliskan Nana & Nathan. Senyum mereka merekah dibibir mereka berdua.
Aku menoleh ke jendela. Ada seseorang yang menungguku disana. Aku segera melangkah pergi.
“Kemana kak?” tanya adikku, mungkin dia khawatir.
“Memangnya kamu saja punya acara. Kakak juga kali.” Ujarku mencoba tersenyum semanis mungkin, walaupun hatiku masih sakit. Kulanjutkan langkahku san sengan cepat kubuka pintu mobil sedan hitam itu.
“Ambilah, aku tahu kamu butuh ini.” Ujar lelaki di mobil itu sembari memberikan saputangannya padaku.
“Thanks Yo.” Ujarku singkat sembari mengambil saputangan itu dari tangannya. Kuusap airmata yang mulai menitik lagi.
“Semua ini salahku Nis. Seandainya dulu aku tidak meninggalkanmu kuliah ke Singapore dan putusin hubungan kita. Kamu gak akan seperti ini. Jujur, semenjak aku pergi, aku gak bisa ngelupain kamu Nis. Meski kamu masih milik Nathan, tapi jejakmu tak bisa terhapus dari hatiku Nis. Sampai kini rasa itu masih ada.” Aku terkejut mendengar kata-kata mantanku itu. Mantanku yang setia menemaniku 6 bulan belakangan ini. Dulu aku sempat kehilanganmu Yo, entah kenapa begitu cepat aku melepasmu. Dan kamu masih tulus padaku.
“bukan salahmu  Rio . Aku yang salah memilih, dan dia ternyata bukan untukku. Rio, please ajari aku menghapus jejaknya dihatiku.” Ucapku sembari menyenderkan kepalaku dibahunya. Dia menggenggam tanganku. Mungkin kamu memang bukan untukku Nath. Kau hanya memberi cinta palsu untukku. Tapi dia, apa mungkin dia bisa menggantikan namamu Nat? Entahlah, satu yang aku tahu, jejakmu perlahan terhapus seiring dengan dia yang membawaku pergi. 

Selasa, 07 Mei 2013

Korea

Gaya Makanan era Kerajaan Korea

Jika Anda penggemar K-drama seperti Daejanggeum atau Jewel In The Palace, pasti sering menyaksikan sajian masakan istana yang dihidangkan kepada keluarga raja. Seiring dengan makin populernya budaya Korea, banyak turis yang ingin mengetahui bagaimana sejarah dan gambaran singkat sajian kerajaan.
Makanan yang disiapkan untuk raja disebut dengan “sura” sedangkan meja yang digunakan untuk menata semua sajian disebut dengan “surasang”. Uniknya, kata-kata “sura” bukanlah kata asli Korea namun istilah dari Mongolia yang diperkenalkan pada Dinasti Goryeo. Surasang disajikan dua kali sehari yakni pada pukul 10 pagi dan 5 sore. Di antara waktu makan tersebut disajikan makanan ringan pada pukul 2 siang. Sedangkan untuk mengawali hari, dihidangkan chojoban atau sarapan pagi berupa semangkuk bubur.
Saat masa pemerintahan Raja Gojong dari dinasti Joseon, kerajaan tidak mengenal minuman beralkohol. Selama periode pemerintahannya yakni pada 1863 – 1907, istana lebih mengenal ciders dan sikhye. Ciders dan sihkye adalah minuman yang terbuat dari beras manis yang biasanya disantap saat menjelang tidur. Di musim dingin raja lebih memilih sajian seolleongtang yakni kaldu nasi yang dimakan dengan nasi dan mie hangat. Raja Gojong bukanlah penyuka pedas dan asin sehingga mie lebih sering dihiasi dengan irisan daging rebus dan taburan kacang pir dan pinus.
Berbeda dengan Raja Gojong, Raja Sunjong yang memerintah dari tahun 1907 – 1910 menyukai makanan yang lembut dan tidak asin. Seperti chaldoljoringae (bakso) atau hwangbokkkitang (sup dengan potongan daging sapi berbentuk dadu). Tidak hanya itu Raja Sunjong juga menyukai kkakdugi  yakni kimchi yang berbahan dasar lobak.
Ada banyak aturan dan etika kerajaan yang berhubungan dengan tata cara makan. Misalnya, anggota keluarga kerajaan tidak berbagi meja. Pada sajian yang dihidangkan kepada raja ada 12 jenis lauk yang berbeda dan beberapa hidangan tambahan seperti dua jenis nasi yakni nasi  dan yang dicampur dengan kacang merah, dua jenis sup, tiga jenis kimchi, tiga jenis kecap dan satu hidangan kukus. Dua belas jenis lauk itu ditaruh di piring-piring kecil.
Melihat banyaknya makanan yang disajikan, beberapa orang mungkin menganggapnya sebagai pemborosan namun ternyata ada arti khusus dibalik semua itu. Makanan yang disajikan tersebut untuk mencerminkan kondisi masyarakat pada saat itu. Hal ini dikarenakan pada masa kerajaan banyak masyarakat yang memanen dan menangkap hasil laut terbaik mereka untuk dipersembahkan kepada raja. Melalui sekian banyak hidangan tersebut raja menjadi tahu keadaan rakyatnya.
Kesibukan para koki istana bertambah jika kerajaan sedang menggelar perjamuan khusus dalam acara penting seperti ulangtahun, penganugerahaan gelar baru, pernikahan, penunjukkan pangeran mahkota dan resepsi untuk menyambut utusan asing.
Salah satu restoran yang mencoba mengadaptasi sajian kerajaan adalah Seokparang Restaurant yang berada di Jogno-gu, Seoul. Restoran ini buka sejak pukul 12 siang hingga 10 malam. Untuk mencapai Seokparang Anda bisa naik bus nomor 7016, 7018, 7212, 1020, 1711 dan 7022.
Makanan khas Korea lain yang bisa Anda santap selama berlibur di Korea adalah gimbab, bibimbap dan odeng.

cerpen



Khayalan Cintaku

                Kutatap sosok pria tampan yang duduk tepat di samping kanan belakang jika dilihat dari  bangkuku.  Dia terlihat manis, dan tampak serius belajar, tentunya dalam keadaan yang tidak dia sadari. Deva, Deva…. Kau begitu sempurna bagiku, kau begitu tampan, cerdas, ketua OSIS lagi  . Aku benar-benar mengaguminya. Melihatnya saja aku benar-benar terkagum. Aku gak peduli sama pelajaran yang berlangsung, apalagi sekarang jam pelajaran sejarah. Aku bisa ketiduran apabila mendengar penjelasan Pak guru yang seolah tak berujung itu. Akupun membuka buku tulisku tepatnya bagian paling belakang, kulukis wajah Deva yang menawan. Saking asyiknya, melukis wajah Deva, tiba-tiba Reni mengejutkanku.
                “ Cin, kamu gambar apa tuh? Serius amat! Boleh liat gak?” Ujar Reni, teman sebangkuku sembari menoleh kearah lukisanku. Aku terkejut, untung saja aku tidak latah. Kalau aku latah, aku pasti langsung bicara sesuatu yang menggemparkan kelasku ini. Segera kututup bukuku, dan langsung pura-pura menyimak Pak Guru dengan serius.
                Bel pun berbunyi 2 kali , menandakan tibanya saat istirahat. Reni mendekati bukuku yang tadi.
                “Cin, kasi tau aku dong, kamu buat apa sih  tadi?” Ujarnya sembari mengintip gambarku.
                “Rahasia dong Reni saying, Pengen tau banget sich…” Ujarku sembari menutup bukuku yang tadi. Aku gak mau Reni tau kalau aku diam-diam melukis Deva. Aku juga gak mau Reni tau kalau selama ini aku ada perasaan dengan Deva.
                “Roman-romannya ilustrasi seorang cowok. Siapa sih?” Bisiknya mengejutkanku.
                “Bukan siapa-siapa Ren, toh aku gak mungkin dapetin dia. Dia emang berkesan bagiku. Tapi kurasa kami gak mungkin bersatu. Ada banyak  perbedaan antara kami. Dan dia…. Hm…. Biarlah Ren.” Ujarku menceritakan perasaanku pada sahabatku yang satu ini.
                “O gitu, tapi kamu gak boleh nyerah gitu aja Cin, kamu kasi tau ma aku capa cowok itu, aku siap kok bantu kamu.” Ujar sahabatku nampak penasaran. Aku hanya tersenyum.
                “Tapi kalau dipikir-pikir aku gak cinta mati ma dia kok, paling cuma ngefans doang, bukan cinta Reni, ok mending kita kantin ja yuks! Laper nih.” Ujarku sembari mengalihkan pembicaraan. Sahabatku hanya tersenyum manis. Dia hanya mengikuti kehendakku saja. Akupun menelusuri jalan untuk ke kantin, namun di tengah perjalanan, bel berdentang lagi namun sekarang dalam artian  masuk kelas. Jadi aku kembali ke tempat duduk semula. Kukeluarkan lagi sketsa yang belum jadi, kucoba tuk selesaikan. Meskipun jam segini temen-temen lagi ribut kaya pasar karena gak ada guru, tetapi tetap kulanjutkan goresanku ini tanpa peduli keadaan sekitarku. Sejenak kulihat kembali cowok tampan yang masih berkutat dengan bukunya itu. Kutatap dia , dan dia melihat kearahku seketika. Aku menjadi salah tingkah, apalagi dia melambaikan tangan sembari tersenyum padaku. Hm… senyumnya amat manis. Melihat senyumnya saja aku sangat bahagia. SREET, tatapan tajamnya menuju kepadaku, dia mengernyitkan keningnya dan menoleh kearah temannya yang duduk didepanku. OMG, Ternyata dari tadi Deva berbicara jarak jauh dengan temannya, bukan perhatian padaku. Aku jadi malu. Akupun berpura-pura berbicara dengan Sarah, temanku yang duduk dibelakang Deva, supaya tidak terkesan aku memperhatikannya.
                “Hm, Deva nih Cin, ternyata kamu suka dia ya,Cie.” Ujar Reni menggodaku.
                “Gak siapa bilang, Aku….” Ujarku terbata saking terkejutnya.
                “Bibir kamu bisa bilang boong, tapi mata kamu bilang apa yang kubilang barusan bener kok, Cie.” bisik Reni. Aku jadi sebel, akupun menggelitik dia saking gemes sama godaan dia. Namun, temen-temen yang lain malah menonton kami. Dan Deva mengacuhkanku. Aku salah tingkah, kusimpulkan tangan dimeja, dan bersamaan dengan itu, bel pulang berbunyi. Untunglah sketsanya sudah selesai. Jadi wajah Deva bisa kupandang setiap saat. Hm, Deva,Deva meskipun kamu mengacuhkanku, mengapa aku tetap mengagumimu? Aku tidak tahu sebabnya, yang jelas aku benar-benar mengagumi sosokmu.
                Malam ini, kubuka jendela kamarku kutatap ciptaan Tuhan yang menerangi malam yang indah ini. Kuperhatikan deretan bintang yang berjejer di langit. Kuhubungkan 1 per 1, dan terbentuklah wajah yang kuidamkan, Deva. Khayalanku pun melayang, melayang tinggi. Kuingat senyum Deva tadi siang. Meskipun senyum manis itu bukan untukku,tapi aku bahagia melihat dia tersenyum. Andaikan saja senyum itu untukku, mungkin aku sangat bahagia.
                “Oh, Bulan sampaikan salamku kepada dia yang kuidamkan.” Ujarku sembari tersenyum. Kutatap lagi deretan bintang tadi, Kukecup  telapak tangganku sendiri dan kutiup menghadap bintang tadi. Akupun tersenyum menatap benda-benda langit. Tiba-tiba, Sreet, terdengar suara pintu dibuka.
                “Cin, kamu belum tidur, Sekarang udah mendekati pukul 1.00 lho, Besok kan kamu sekolah.” Kakakku mengingatkanku.
                “Ya kak, sekarang aku mau tidur, kakak gak tidur?” Ujarku sembari menutup jendela kamarku.
                “Bentar kakak tidur, ya udah. Lekas tidur Cin, supaya besok kamu bisa bangun pagi, Good Night.”Ujar kakakku sembari menutup pintu kamarku.
                “Good night kak.” Ujarku sembari membaringkan diriku di tempat tidurku yang nyaman.
                Tiba-tiba langit cerah  membentang dan menyambutku begitu cepat. Aku berjalan perlahan ke suatu tempat, tempat itu adalah rumah Deva. Disana hanya ada aku dan Deva. Hm… aku melamun dan memandangi cowok tampan di depanku.
                “Cin, teman-teman lain belum datang.”Ujar cowok itu agak manis.
                “Kayaknya sih belum Dev.” Ujarku sembari tersenyum dan pandangi wajahnya yang semakin lama semakin manis dimataku. Seketika ekspresi Deva terlihat marah karena teman-teman gak ada yang datang, dan kudengar suara handphone singkat seperti bunyi SMS. Segera Deva mengambil handphone
                “Gila, Anak-anak mau datang jam 15.00, parah. Trus kita,Hm… Mending kita ke toko buku , sambil nunggu anak-anak,Ayo Cin.” Ujarnya sembari menuntunku ke Tarunanya , tepatnya  di sampingnya. Oh My Good, Melihatnnya dari dekat, rasanya aku benar-benar tak menyangka. Kutatap dia tanpa berkedip.
                “Hey, kamu kenapa? Kita sudah sampai.” Ujar Deva sembari tersenyum padaku.
                “O gak pa-pa kok, tadi aku Cuma melihat pemandangan aja di balik kaca disamping kamu duduk, maaf kalo aku mengganggumu.” Ujarku mencari-cari alasan sembari tersenyum semanis mungkin pada cowok itu.
                “Oh gitu, Ayo turun.” Ujarnya begitu hangat padaku dan menuntunku ke toko buku.
                Di Toko Buku kecil itu aku dan cowok keren disampingku mulai mencari-cari buku yang sesuai dengan topic presentasi. Mataku mulai melihat buku-buku yang mungkin menarik. Ekor matakupun mulai menuju ke deretan buku yang paling atas. Sebuah buku bersampul hijau menarik perhatianku. Tanganku mulai meraih buku itu, tapi Aw, aku terpeleset dan  Deva menangkapku. Dari raut wajahnya terlihat cemas.
                “Kamu gak pa-pa kan, ini buku yang kamu mau?”Ujarnya sembari memapahku dan memberikan buku itu padaku. Aku mengangguk. Diapun mengantarku pulang.
                “Kamu istirahat ya. Kamu gak usah mikirin kerja kelompok. Biar aku aja yang urus. Cepat sembuh ya dan makasi kamu udah temenin dan bantuin cari buku yang pas buat tugas presentasi kita.” Ujar Deva begitu lembut sembari mengusap-usap rambutku dengan lembut di kamarku. Diapun tinggalkanku.
                Sore menjelang malam dia datang menengokku dengan senyum hangatnya.
                “Cin, kamu udah mendingan, O ya ada bubur buat kamu.” Ujarnya sembari menyuapiku bubur. Aku mencoba bangun dan bubur itu mulai masuk ke mulutku. Sejenak dia tersenyum. Ditaruhnya bubur itu, tangannya mulai memegang tanganku.
                “Maafin aku ya tadi, gara-gara nemenin aku, kamu malah seperti ini. Dan jujur diam-diam aku mulai memperhatikanmu” Ujar cowok tampan itu sembari mengecup keningku. Tiba-tiba…. Bukk… akupun terjatuh dari tempat tidurku. Ya ampun ternyata ini hanyalah mimpi, mimpi yang begitu indah. Kutengok jam weker yang menandakan pukul 6.30. ‘Ya ampun aku kesiangan.’ Pekikku dalam hati. Segeraku siap-siap dalam waktu 15 menit, tanpa sarapan, meskipun cacing-cacing di perut berontak, peduli amat. Yang penting pukul 07.00 aku ada disekolah. Aku benar-benar buru-buru, terpaksa aku tidak melewati jalan utama seperti biasa. Cukup jalan pintas aja. Sampai sekolah , pas ketika pak satpam mau tutup gerbang. Kuterobos gerbang dan sampai kelas pas bel berbunyi. Semua murid yang berada di sekolah masuk kelas mereka masing-masing
                Akupun duduk di bangkuku dan mulai melakukan kegiatan sembahyang bersama. Beberapa menit kemudian guru IPAku, datang. Secara otomatis kami membagi diri sesuai kelompok masing-masing. Termasuk aku yang kebetulan 1 kelompok dengan Deva. Aku duduk, persis berhadapan dengannya. Aku mulai memandangnya ketika dia serius diskusi dengan teman-teman lainnya. Namun seketika terlihat senyum yang begitu manis yang ia tujukan padaku. Aku membalasnya dengan senyumku.
                “Cin, maukah kamu jadi kekasihku, aku menyukaimu.” Ujar Deva menatapku teduh.
                “mau.”Ujarku singkat , namun ternyata menggemparkan teman sekelompokku.
                “Hey, Cin, mau apaan? Aneh.” Ujar Bagas , temanku yang terlihat begitu terkejut.
                “Aku mau . Maksudnya presentasi, aku sadar dalam kegiatan presentasi ini aku merasa tidak begitu berpartisipasi dengan karya ini.” Ujarku  keceplosan begitu saja. Padahal sedikitpun aku tidak belajar kemarin. ‘Semoga bisa’ semangatku pada diri sendiri. Hingga tibalah saatnya kelompokku yang presentasi. Dengan kaki yang cukup gemetar aku melangkah. Kucoba presentasikan lewat LCD, meskipun penuh kegugupan. Dan dalam sesi pertanyaan , aku tak bisa menjawab dengan sempurna. Dalam 5 pertanyaan hanya mampu kujawabdengan benar 2 sisanya hanya logika dan diluruskan oleh Deva.
                Ketika presentasi selesai Deva begitu menatapku tajam dan dingin. Aku pasti mengecewakannya. Aku benar-benar merasa bersalah. Aku duduk di tempatku tadi, tapi aku masih merasa gak enak, tubuhku terasa dipanggang oleh panasnya sinar mata Deva.
                “Anak-anak minggu depan tolong siapkan kodok, seekor ikan dan seekor kadal , karena minggu depan kita akan melakukan percobaan.” Ujar Pak Guru yang disambut sorakan teman-teman setuju dan semangat. Aku pun duduk di bangkuku semula.
                “Cin, kamu hebat. Kuakui kemampuanmu meski tak terlalu bagus,tapi kamu jangan sedih gitu. Atau nyalahin diri sendiri karena presentasimu gak sempurna dan ngecewain pujaan hati kamu.” Ujar Reni memujiku sekaligus mengodaku. Aku hanya tersenyum malas. Aku masih merasa amat bersalah sama dia.
                “Cin,cin jangan gitu dong, keep smile, apapun masalahnya jangan dipendam dan jangan ngelamun gitu dong. Kalau kamu ngelamun takutnya kamu akan kesurupan dan aku gak bisa bayangin , kalo kamu tiba-tiba makan pulpen , buku bahkan bangku ini sekalipun.”Ujar Tio sahabatku menghibur sekaligus ngebayangin yang gak-gak. Awalnya aku manyun tapi setelah kubayangkan apa yang Tio bilang aku jadi tertawa sendiri.
                “Aneh loe Tio, masak aku dibayangin kayak kuda lumping yang makan barang yang tidak boleh dimakan.” Ujarku ketawa.
                “Gitu dong.” Ujar Tio  tersenyum hangat padaku. Andaikan Deva seperti Tio aku pasti bahagia. Aku mulai melamun lagi.
                “Udahlah Cin, kamu jangan sedih terus, ntar aku traktir bakso deh. Di Warung Bakso Pak Karim.”Ujar Reni memegang bahuku. Aku tersenyum.
                Benar saja pulang sekolah ini Reni mengajakku ke warung bakso Pak Karim. Dengan semangat aku mencari tempat yang pas untuk makan bakso. Aku dan Renipun duduk di meja yang nyaman. Pak Karimpun menyediakan pesananku dengan sigap. Aku mulai memberi bumbu ketika bakso itu hinggap di mejaku. Sementara tanganku asyik mengoleskan sambal di mangkok bakso,  tanpa sengaja mataku menatap ke arah bangku paling pojok. Sekilas kulihat seorang cowok dan cewek sedang pacaran, suap-suapan. Awalnya aku tidak peduli, namun semakin kuperhatikan, aku merasa tak asing dengan cowok itu.
“Deva” Ujarku mendadak. Seketika aku mulai berdiri hendak menghampiri mereka. Reni melihat kearah tatapanku tadi.
“Cin,Cintya sabar. Dia udah milik orang lain. Biarlah. Tempo hari kan kamu pernah bilang kalau dia dan kamu gak mungkin bersama. Jadi sabaar.” Hibur sahabatku sembari menarik tanganku.
“aku ingin pulang Ren, antar aku pulang, please.”Ujarku memaksa sembari naik motornya. Renipun mengikuti keinginanku.
Sampai rumah, aku pergi ke kamar. Aku menangis sejadi-jadinya,tanpa ada yang hiraukanku. Sejenak kutenangkan diri hingga berfikir jernih. Kuambil sketsa dalam tasku. Kupegang sketsa itu, dan kutatap wajah Deva dalam sketsa.
“Deva, aku baru sadar bahwa cinta itu tidak bisa dimilliki, dan kamu terlihat lebih bahagia dengannya. Biarlah aku mencintaimu dalam khayalanku saja, hanya dalam khayalanku saja. Dan sekarang aku tidak boleh memimpikanmu lagi dan hidup dalam cinta khayalan ini. Ada hal yang penting tuk ku hadapi. Sebuah kenyataan yang begitu disayangkan bila aku menyia-nyiakannya. Jadi sekarang aku takkan mengganggumu Deva, jadi selamat tinggal, dan kan kumulai hidup baruku dengan sebuah kenyataan yang indah.”Ujarku sembari merobek sketsa dan mencoba menatap masa depan yang baru.